Rabu, 30 Desember 2015

SUMBER DAYA MANUSIA MENGHADAPI MEA

SUMBER DAYA MANUSIA MENGHADAPI MEA

SDM Harus Ditingkatkan


Sumber: Suara Karya
JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah harus meningkatkan kualitas samber daya manusia (SDM) untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dimulai pada 2015. Ekonom Uniuersitas Diponegoro FX Soegijanto mengatakan, saat ini banyak tenaga kerja Indonesia yang belum paham pentingnya pentingkatan kompetensi tersebut. "Kalau kita seperti ini terus, kualifikasi SDM kita akan kalah," kata Soegijanto saat dihubungi di Jakarta, Senin (30/6).
Bahkan, menurut dia, untuk tenaga kerja terampil saja yang masuk dalam perjanjian MEA, seperti akuntan, dokter gigi dan perawat banyak yang belum memahami pentingnya persaingan pasar bebas MEA. "Ini merupakan peringatan yang paling tepat karena negara lain, justru cenderung lebih siap," ujarnya.
Membandingkan SDM dengan negara-negara lain, menurut dia, negara seperti Thailand, Filipina, Malaysia dan Singapura cenderung lebih siap karena dipersiapkan lebih awal. "Harga dan daya tawar SDM kita ini juga masih rendah dibanding dengan negara-negara lain dalam profesi yang sama," katanya.
Untuk itu, dia mengimbau, pemerintah untuk menyosialisasikan pentingnya meningkatkan daya saing dari SDM sebagai cara yang dinilai efektif untuk jangka pendek yang hanya tersisa satu tahun ini menjelang MEA. "Perkuat sosialisasi di jalur-jalur profesi tadi, terutama melalui asosiasi-asosiasi," ujarnya.
Selain itu, terkait nilai tukar rupiah yang semakin melemah, menurut dia, juga harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar bisa bersaing dengan kuat karena sebagian besar pasar MEA yaitu di Indonesia. Namun, dia mengatakan, penguatan rupiah tersebut sangat tergantung dengan peningkatan ekspor, sementara itu persoalan peningkatan ekspor bukan lah hal yang bisa dilakukan secara singkat. "Ini bergantung pada apakah kita mau memperbaiki tingkat inflasi kita," katanya.
Hal yang sama juga disampaikan peneliti Insitute for Development of Economic and Finance Akhmad Heri Firdaus yang menyebutkan bahwa negara-negara di ASEAN, seperti Vietnam telah gencar mewajibkan pekerjanya untuk kursus Bahasa Indonesia agar bisa menguasai pasar MEA.
Antisipasi
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari mengatakan, akan melakukan beberapa antisipasi. Salah satunya pendirian dan pengembangan akademi komunitas di lingkungan Kemenperin untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di sektor industri.
"Dan hal paling penting untuk diperhatikan dalam penyelenggaraan akademi komunitas industri itu adalah fasilitasi penempatan para lulusan pada perusahaan industri," kata Anshari.
Namun, dia mengakui kompentensi tenaga kerja industri masih rendah karena latar belakang pendidikan yang masih setaraf SMP ke bawah, dengan persentase mencapai 60,77 persen. Bahkan, kata dia, tenaga kerja industri yang berpendidikan SMA ke bawah mencapai 94,41 persen.
Selain itu, dia mengungkapkan, tingkat produktivitas tenaga kerja di Indonesia yang dihitung berdasarkan produk domestik bruto (PDB) per pekerja masih sangat rendah.
Menurut dia, produktivitas tenaga kerja Indonesia adalah 9.500 dolar AS per pekerja per tahun, dan angka itu masih jauh di bawah tiga negara ASEAN, yaitu Singapura, Malaysia, dan Thailand. Bahkan, nilai tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia itu masih di bawah rata-rata negara ASEAN yang mencapai 10.700 dolar AS per pekerja per tahun.
"Kondisi tersebut menjadi perhatian kita bersama mengingat akan diberlakukannya MEA pada akhir tahun 2015, maka pasar tenaga kerja di ASEAN akan terbuka bagi seluruh negara Asia Tenggara," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Hediyanto Husain mengaku sektor jasa konstruksi dan properti Indonesia bakal mampu memenangkan persaingan dalam MEA. Menurut dia, dengan berbekal pengalaman melaksanakan pekerjaan konstruksi di berbagai negara di Timur Tengah, Afrika, Timor Leste dan negara ASEAN lainnya, maka badan usaha dan tenaga kerja konstruksi Indonesia akan mampu memenangkan persaingan dengan badan usaha dan tenaga kerja konstruksi dari negara ASEAN lainnya.
Dia menambahkan, pemerintah berkomitmen untuk memfasilitasi perluasan akses pasar konstruksi ke negara-negara anggota ASEAN. Hal tersebut dilakukan antara lain melalui pengurangan hambatan akses pasar di negara tujuan, promosi kemampuan pelaku konstruksi nasional, diplomasi bisnis, dan fasilitasi akses permodalan. (Bayu/Budi Seno/Ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar