JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah harus meningkatkan kualitas samber
daya manusia (SDM) untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang
dimulai pada 2015. Ekonom Uniuersitas Diponegoro FX Soegijanto
mengatakan, saat ini banyak tenaga kerja Indonesia yang belum paham
pentingnya pentingkatan kompetensi tersebut. "Kalau kita seperti ini
terus, kualifikasi SDM kita akan kalah," kata Soegijanto saat dihubungi
di Jakarta, Senin (30/6).
Bahkan, menurut dia, untuk tenaga kerja terampil saja yang masuk dalam
perjanjian MEA, seperti akuntan, dokter gigi dan perawat banyak yang
belum memahami pentingnya persaingan pasar bebas MEA. "Ini merupakan
peringatan yang paling tepat karena negara lain, justru cenderung lebih
siap," ujarnya.
Membandingkan SDM dengan negara-negara lain, menurut dia, negara seperti
Thailand, Filipina, Malaysia dan Singapura cenderung lebih siap karena
dipersiapkan lebih awal. "Harga dan daya tawar SDM kita ini juga masih
rendah dibanding dengan negara-negara lain dalam profesi yang sama,"
katanya.
Untuk itu, dia mengimbau, pemerintah untuk menyosialisasikan pentingnya
meningkatkan daya saing dari SDM sebagai cara yang dinilai efektif untuk
jangka pendek yang hanya tersisa satu tahun ini menjelang MEA. "Perkuat
sosialisasi di jalur-jalur profesi tadi, terutama melalui
asosiasi-asosiasi," ujarnya.
Selain itu, terkait nilai tukar rupiah yang semakin melemah, menurut
dia, juga harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar bisa bersaing
dengan kuat karena sebagian besar pasar MEA yaitu di Indonesia. Namun,
dia mengatakan, penguatan rupiah tersebut sangat tergantung dengan
peningkatan ekspor, sementara itu persoalan peningkatan ekspor bukan lah
hal yang bisa dilakukan secara singkat. "Ini bergantung pada apakah
kita mau memperbaiki tingkat inflasi kita," katanya.
Hal yang sama juga disampaikan peneliti Insitute for Development of
Economic and Finance Akhmad Heri Firdaus yang menyebutkan bahwa
negara-negara di ASEAN, seperti Vietnam telah gencar mewajibkan
pekerjanya untuk kursus Bahasa Indonesia agar bisa menguasai pasar MEA.
Antisipasi
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari
mengatakan, akan melakukan beberapa antisipasi. Salah satunya pendirian
dan pengembangan akademi komunitas di lingkungan Kemenperin untuk
memenuhi kebutuhan tenaga kerja di sektor industri.
"Dan hal paling penting untuk diperhatikan dalam penyelenggaraan akademi
komunitas industri itu adalah fasilitasi penempatan para lulusan pada
perusahaan industri," kata Anshari.
Namun, dia mengakui kompentensi tenaga kerja industri masih rendah
karena latar belakang pendidikan yang masih setaraf SMP ke bawah, dengan
persentase mencapai 60,77 persen. Bahkan, kata dia, tenaga kerja
industri yang berpendidikan SMA ke bawah mencapai 94,41 persen.
Selain itu, dia mengungkapkan, tingkat produktivitas tenaga kerja di
Indonesia yang dihitung berdasarkan produk domestik bruto (PDB) per
pekerja masih sangat rendah.
Menurut dia, produktivitas tenaga kerja Indonesia adalah 9.500 dolar AS
per pekerja per tahun, dan angka itu masih jauh di bawah tiga negara
ASEAN, yaitu Singapura, Malaysia, dan Thailand. Bahkan, nilai tingkat
produktivitas tenaga kerja Indonesia itu masih di bawah rata-rata negara
ASEAN yang mencapai 10.700 dolar AS per pekerja per tahun.
"Kondisi tersebut menjadi perhatian kita bersama mengingat akan
diberlakukannya MEA pada akhir tahun 2015, maka pasar tenaga kerja di
ASEAN akan terbuka bagi seluruh negara Asia Tenggara," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Hediyanto Husain
mengaku sektor jasa konstruksi dan properti Indonesia bakal mampu
memenangkan persaingan dalam MEA. Menurut dia, dengan berbekal
pengalaman melaksanakan pekerjaan konstruksi di berbagai negara di Timur
Tengah, Afrika, Timor Leste dan negara ASEAN lainnya, maka badan usaha
dan tenaga kerja konstruksi Indonesia akan mampu memenangkan persaingan
dengan badan usaha dan tenaga kerja konstruksi dari negara ASEAN
lainnya.
Dia menambahkan, pemerintah berkomitmen untuk memfasilitasi perluasan
akses pasar konstruksi ke negara-negara anggota ASEAN. Hal tersebut
dilakukan antara lain melalui pengurangan hambatan akses pasar di negara
tujuan, promosi kemampuan pelaku konstruksi nasional, diplomasi bisnis,
dan fasilitasi akses permodalan. (Bayu/Budi Seno/Ant)